DESAIN
STASIUN KERJA

Menurut
Annis dan McConville (1996) dan Manuaba (1990) ergonomi adalah kemampuan untuk menerapkan informasi
menurut karakter manusia, kapasitas dan keterbatasannya terhadap desain kerja,
mesin dan sistemnya , ruang kerja dan lingkungan sehingga manusia dapat hidup
dan bekerja secara sehat, aman, nyaman dan efisien.
Jadi
pada bab ini kita akan mempelajari tentang bagaimana menciptakan lingkungan
kerja yang ergonomis.
A.
Pendekatan
dalam Desain Stasiun Kerja
Secara umum baik
dalam memodifikasi atau meredesain stasiun kerja yang sudah ada maupun
mendesain stasiun kerja yang baru, para
perancang sering dibatasi oleh faktor
finansial maupun teknologi. Dengan demikian desain dan redesain harus selalu
berkompromi antara kebutuhan biologis operator
dengan kebutuhan stasiun kerjafisik baik ukuran maupun fungsi dalam
stasiun kerja. Artinya dalam pembuatan
stasiun kerja harus memperhatian atau mempertimbangkan beberapa hal diantaranya yaitu harus korelasinya antara
operator dengan hardware, software, lingkungan fisik dan organisasi.
B. Pertimbangan Antropometri
Data antropometri
memegang peran yang sangat penting dalam mendesain stasiun kerja. Dengan kita
mengetahui data antropometri kita dapat mengetahui desain seperti apa yang akan
kita buat yang harus sepada dengan tenaga kerja dan beban kerja yang akan
dilakukan dengan harapan dapat menciptakan keamanan, kenyamanan keselamatan dan
estetika kerja.
Dalam setiap
desainn peralatan dan stasiun kerja, keterbatasan manusia harus selalu
diperhatikan, disamping kemampuan dan kebolehannya. Mengingat bahwa setiap
manusia berbeda yang satu dengan yang lainnya. Maka aplikasi data antropometri
dalam desain produk dapat meliputi: desain untuk orang ekstrim (kecil atau
besar), desain untuk orang perorang, desain untuk kisaran yang dpat diatur
dengan persentil -5 dan persentil -95 dari populasi dan dan desain untuk neraca
dengan menggunakan data persentil -50 (Sanders & McGormick, 1987). Namun demikian
dalam pengumpulan data antopometri yang akan digunakan untuk medesain suatu
produk, harus memperhitungkan variabilitas populasi pemakai seperti
variabilitas ukuran tubuh secara umum, variasi jenis kelamin, vasiasi umur dan
variasi ras atau etnik.
Jenis
Pengukuran Antropometri
1. Pengukiran antropometri stasis
Pengukuran
ini biasanya dilakukan dengan dua posisi yaitu posisi duduk atau posisi
berdiri.
a.
Desain stasiun kerja dengan posisi duduk
Granjien (1993)
berpendapat bahwa bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain:
pembebanan pada kaki, pemakaian energi dan kepaduan untuk sirkulasi darah dapat
dikurangi. Namun demikian bekerja dengan duduk dapat menyebabkan otot perut
melembek dan tulang belakang akan melengkungsehingga cepat lelah.
b.
Desain stasiun kerja dengan posisi
berdiri
Menurut Sutalaksana
(2000) sikap berdiri merupakan sikap yang siaga baik fisik maupun mental,
sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Posisis berdiri
lebih menyebabkan kelelahan daripada duduk, dan energi yang dikeluarkan untuk
berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk.
2.
Desain
Stasiun Kerja Dan Sikap Kerja Dinamis
Keuntungan
desin kerja dengan kombinasi duduk dan berdiri menjadi satu desain dengan
batasan berikut:
a.
Pekerjaan dilakukan dengan duduk pada
suatu saat dan pada saat lainnya. Dilakukan dengan berdiri dan saling
bergantian;
b.
Perlu menjangkau sesuatu lebih dari 40
cm ke depan dan atau 15 cm ke atas landasan kerja; dan
c. Tinggi
landasan kerja dengan kisaran antara 90-120 cm, merupakan ketinggian yang
paling tepat baik untuk posisi duduk maupun berdiri.
ORGANISASI
KERJA DAN KEBUTUHAN GIZI KERJA

A.
Fisiologi
Tubuh saat Bekerja dan Istirahat
Pada dasarnya
aktivitas kerja merupakan pengarahan tenaga dan pemanfaatan organ-organ tubuh
melalui koordinasi dan perintah oleh syaraf pusat. Besar kecilnya pengarahan
tenaga sangat bergantung pada jenis pekerjaan (fisik atau mental), secara umum
pekerjaan yang bersifat fisik memerlukan pengerahan tenaga yang lebih besar
dibandingkan jenis pekerjaan yang bersifat mental.
Menurut Suma’mur
(1982) bahwa bekerja adalah anabolisme yaitu mengurai atau menggunakan
bagian-bagian tubuh yang telah dibangun sebelumnya. Dalam keadaan demikian,
sistem syaraf utama yang berfungsi adalah komponen simpatis. Maka pada kondisi
seperti itu, aktivitas tidak dapat dilakukan secara terus-menerus, melainkan
harus diselangi dengan istirahat untuk memberikan kesempatan kepada tubuh untuk
melakukan pemulihan. Pada saat istirahat tersebut, maka tubuh mempunyai
kesempatan membangun kembali tenaga yang telah digunakan (katabolisme). Pada saat
bekerja otot mengalami kontraksi dan pada saat istirahat terjadi pengendoran
atau relaksasi otot. Jadi jika pada saat siangnya bekerja, pada saat malam hari
upayakan untuk beristirahat memulihkan tenaga agar keesokan harinya dapat
bekerja kembali secara bugar. Secara fisiologis apabila pemulihan pada malam
hari tidak cukup, maka secara otomatis performansi kerja pada hari berikutnya
akan menurun.
B.
Pengaturan
Waktu Kerja dan Waktu Istirahat
Di Indonesia
telah ditetapkan lamanya waktu bekerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja. Tetapi
dalam pelaksanaannya, hanya perusahaan yang memperkerjakan karyawannya di luar
jam kerja (kerja lembur) dengan berbagai alasan. Disisi lain karyawan juga senang
melakukan kerja lembur karena akan mendapatkan gaji di luar gaji pokok.
Dari sudut
pandang fisiologi, kerja lembur sangat merugikan kesehatan. Dalam putaran 24
jam sehari terdapat tiga siklus keseimbangan tubuh yaitu 8 jam bekerja, 8 jam
berinteraksi dan bersosialisasi dengan keluarga, masyarakat, dan 8 jam untuk
istirahat. Apabila kerja lembur dilakukan diluar 8 jam kerja tersebut maka
siklus keseimbangan tubuh akan terganggu.
Berdasarkan pengalaman
dan pengamatan di lapangan, ternyata terdapat empat istirahat yang dilakukan
oleh para pekerja selama jam kerja berlangsung, yaitu:
1.
Istirahat spontan adalah istirahat
pendek setelah pembebanan kerja.
2.
Istirahat curian adalah istirahat yang
terjadi jika beban kerja tak dapat diimbangi oleh kemampuan kerja. Terjadi jika
beban kerja yang lebih besar sehingga menyebabkan kelelahan.
3.
Istirahat oleh karena proses kerja
tergantung dari bekerja mesin-mesin, peralatan atau prosedur-prosedur kerja,
waktu istirahat dilakukan tergantung kecepatan penyelesaian tugas.
4.
Istirahat yang ditetapkan adalah
istirahat yang memang sudah ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan.
C. Hasil Kerja
Jumlah jam kerja
yang efisien selama seminggu adalah sekitar 40-48 jam/minggu. Sedangkan diantara
waktu kerja harus disediakan aktu istirahatyang jumlahnya antara 15-30% dari
seluruh waktu kerja. Apabila jam kerja melebihi ketentuan tersebut akan
ditemukan hal-hal seperti; penurunan kecepatan kerja, gangguan kesehatan,
absensi karena skit meningkat, yang kesemuanya akan bermuara kepada rendahnya
tingkt produktivitas kerja.
D. Kebutuhan Gizi Kerja
1.
Zat Gizi dan Sumber Makanan
Fungsi dari
zat-zat gizi adalah sebagai sumber tenaga atau kalori (karbohidrat, lemak dan
protein), membangun dan memelihara jarinagn tubuh (protein, air dan mineral)
dan mengatur proses tubuh (vitamin dan mineral).
Untuk mempertahankan
hidup dan dapat melakukan pekerjaan setiap orang membutuhkan tenaga. Tenaga tersebut
diperoleh dari pembaharan zat-zat
makanan yang dikonsumsi dengan oksigen. Bila banyaknya makanan yang
dikonsumsi setiap hari tidak seimbang dengan tenaga yang dikeluarkan maka tubuh
akan mengalami gangguan kesehatan. Jika makanan yang dikonsumsi lebih besar
daripada tenaga yang dikeluarkan maka tubuh akan menjadi gemuk, sebaliknya jika
makanan yang dimakan kurang maka tubuh akan menjadi kurus. Keduanya akan
mempengaruhi derajat kesehatan seseorang dan akhirnya mempengaruhi pada efisien
dan produktivitas kerja.
2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kebutuhan Gizi Seseorang
Kebutuhan gizi
setiap orang berbeda-beda satu sama lainnya dan sangat tergantung pada berbagai
faktor yaitu:
a. Ukuran
tubuh, semakin besar ukuran tubuh seseorang maka semakin besar pula kebutuhan
kalorinya, meskipun usia, jenis kelamin, dan aktivitas yang dilakukan sama
b. Usia,
anak-anak dan remaja membutuhkan relatif lebih banyak kalori dan zat gizi
lainnya dibandingkan dengan oraang dewasa atau tua, karena selain diperlukan
untuk tenaga juga untuk pertumbuhan.
c. Jenis
kelamin. Laki-laki umumnya membutuhkan lebih banyak kalori dibandingkan dengan
wanita. Hal ini karena secara fisiologis laki-laki mempunyai lebih banyak otot
dan juga lebih aktif.
d. Kegiatan/
aktivitas kerja yang dilakukan. Pekerja berat akan membutuhkan kalori dan
protein lebih besar dibanding orang yang bekerja ringan.
e. Kondisi
tubuh tertentu. Pada orang yang baru sembuh dari sakit akan membutuhkan lebih
banyak kalori dan zat gizi tersebut untuk rehabilitasi kembali sel-sel/
jaringan tubuh yang rusak selama sakit.
f. Kondisi
lingkungan. Pada musim hujan membutuhkan kalori lebih tinggi/ banyak
dibandingkan saat musim panas.
Dengan
mengetahui faktor-faktor tersebut kita dapat membuat menu makanan yang sesuai
dengan kebutuhan tubuh kita agar tidak terjadi gangguan kesehatan akibat
ketidak seimbangan gizi.
3.
Pengaruh Faktor Lingkungan Kerja
a. Tekanan
panas. Untuk pekerjaan di tempat kerja bersuhu tinggi, harus diperhatikan
secara khusus kebutuhan air dan dan garam sebagai pengganti cairan untuk
penguapan.
b. Bahan-bahan
kimia. Bahan-bahan kimia dapat menyebabkan keracunan kronis dengan penurunan
berat badan sebagai salah satu gejalanya.
c. Faktor
psikologis. Stress sebagai akibat ketidak selarasan emosi, hubungan manusia
dalam pekerjaan yang kurang baik, rangsangan atau hambatan psikologis, sosial,
dll. Akan menurunkan berat badan, terjadinya penyakit dan tidak produktifnya
tenaga kerja.
4.
Usaha Perbaikan Gizi
a. Menyediakan
kantin di perusahaan, dengan tujuan meningkatkan perbaikan gizi tenaga kerja
b. Pemberian
makan secara Cuma-Cuma pada jam tertentu
c. Pemberian
makanan tambahan
d. Mengadakan
penyuluhan tentang kesehatan dan gizi secara teratur.
e. Menerapkan
hasil penelitian tentang gizi kerja yang telah dilakukan untuk meningkatkan
status gizi.