PRINSIP-PRINSIP KEPUSTAKAWANAN
1.
Perpustakaan Diciptakan oleh Masyarakat
Sejak
zaman dahulu hingga sekarang tujuan perpustakaan selalu identik dengan tujuan
masyarakat. Hal ini terjadi karena perpustakaan merupakan hasil ciptaan
masyarakat, bukan sebaliknya. Sebagai contoh Raja Ashurbanipal dari Babylonia mendirikan
perpustakaan kerajaan yang besar di kota Nineveh sekitar tahun 600 SM.
Perpustakaan tersebut tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil
seni dan pengetahuan masyarakat Babylonia, tetapi juga bertugas menyebarkannya
ke masyarakat. Dikawasan lain, Ptolemues Soter dari Mesir yang berkuasa antara
tahun 323-285 SM membangun perpustakaan Alexandri, yang menjadi pusat
intelektual selama hampir 9 abad. Pada abad pertengahan, perpustakaan yang
terbesar di Eropa didirikan oleh gereja. Menginjak abad ke-20, perpustakaan
umum didirikan oleh berbagai pemerintah. Pembangunan perpustakaan umum ini
menunjukkan bawha perpustakaan bukan saja terbatas pada golongan atas
belakasebagimana pernah terjadi pada abad-abad sebelumnya, melainkan juga untuk
golongan menengah dan bawah. Sepanjang sejarah, perpustakaan selalu membantu
penyebarluasan pendidikan ddengan cara menyediakan kemudahan belajar.
Hubungan
yang erat antara masyarakat dengan perpustakaan juga nampak pada gedung
perpustakaan. Perpustakaan dianggap pranata penting sehingga orang-orang zaman
dahuluu selalu menematkan perpustakaan di kuil, istana, biara, atau katedral
seta tempat lain yang dianggap penting. Hal tersebut mencerminkan pentingnya
perpustakaan sebagai hasil ciptaan masyarakat. Masyarakat menulis sebuah karya
dan karya-karya tersebut dikumpulkan dan disebarkan kepada masyarakat.
2.
Perpustakaan Dipelihara Masyarakat
Karena perpustakaan diciptakan masyarakat,
masyarakatpun berusaa memelihara hasil karyanya. Hal ini nyata dalam sejarah
perpustakaan, gangguan terhadap perpustakaan lebih banyak berasa dari luar
perpustakaan, misalnya dari revolusi, gejolak politik maupun pertentangan
agama.. sebagai contoh perintah pembakaran buku, sebagai koleksi utama
perpustakaan, telah ada sejak zaman dahulu. Misalnya pada tahun 212 SM, kaisar
Shih Huang-ti, pendiri dinasti Ch’in, memerintahkan pembakaran semua buku
kecuali buku pertanian, agama, dan kedokteran. Ternyata tidak semua rakyat
melakssanakan perintah tersebut karena beberapa buku yang disembunyikan kelak
digunakan untuk mengisi perpustakaan berikutnya. Perpustakaan Alexandria yang
didirikan oleh Ptolemeus terbakar dan masa pemerintahan Julius Caesar pada
tahun 48 SM.
Pada awal perkembangan agama kristen, orang-orang
Roma yag menyebut kaisar sebagai dewa membakar buku tentang agama kristen.
Sebaliknya, kemudian penganut agama kristen membakar buku penyembah berhala. Di
Inggris ketika raja Henri VIII berkuasa, biara diperintahkan ditutup dan
bukunya disita. Pada tahun 1930-an kita menyaksikan pembakaran buku karangan orang
Yahudi oleh Hitler. Di Indonesia, pada tahun 1960-an terjadi pembakaran oleh
PKI terhadap majalak dan buku yang dianggap ciptaan neokolonialisme dan
imperialisme maupun karya pengarang yang tergabung dalam kelompok Manifesti
kebudayaan.
Jadi,
sepanjang sejarah selalu ada usaha untuk menghancurkan buku yang disimpan di
perpustakaan. Sebaliknya pula, masyarakat pun berusaha mengamankan
perpustakaan. Secara fisik, pengamanan perpustakaan kuno dilakukan dengan
menempatkan perpustakaan (buku baca) di bagian yang aman pada sebuah kuil atau
istana. Kuil atau istana merupakan bangunan yang kokoh sehingga buku akan lebih
aman disimpan di tempat tersebut daripada di tempat lain. Dalam berbagai
gejolak sosial maupun revolusi, keberadaan perpustakaan selalu tidak dilupakan
masayrakat. Semasa puncak revolusi Prancis, semua perpustakaan milik lembaga
keagamaan disita, kemudian koleksinya di tempatkan di berbagai pusat
penyimpanan yang tersebar di seluruh Prancis. Semuanya itu mempunyai hikmah
karena beberapa tahun kemudian setelah revolusi berakhir, buku sitaan dijadikan
cikal bakal perpustakaan Nasional Prancis. Semasa revolusi Rusia serta pasca
revolusi (sekitar tahun 1918-1923) sejumlah besar buku, bahkan seluruh buku
milik perpustakaan pribadi Czar, dipindahkan ke perpustakaan yang ditunjuk
penguasa baru. Koleksi ini nantinya berkembang mejadi perpustakaan Nasional Uni
Soviet. Di Indonesia, semasa penduduk Jepang (1942-1945), tindakan pertama
belantara Jepang ialah mengamankan koleksi Bataviaasch Genootschap Van Kunsten
en Wetenschap di Batavia (kini Jakarta). Koleksi ini kelak menjadi inti
perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sebelum itu, ketika Majapahit runtuh,
bangsawan maupun biarawan menyelamatkan berbagai naskah kuno ke tempat lain.
Dari
uraian di atas nyatalah bahwa kekuasaan di luar perpustakaan dapat merupakan
kekuatan yang dapat menghancurkan perpyustakaan. Sebaliknya pula, masyarakat
(merupakan kekuatan di luar perpustakaan namun perpustakaan merupakan bagian
darinya) pulalah yang menciptakan sekaligus memelihara perpustakaan. Selain
menciptakan dan memelihara masyarakat juga mengembangkan perpustakaan.
3.
Perpustakaan dimaksudkan untuk Menyimpan dan
Memancarkan Ilmu Pengetahuan.
Tatkala raja Ashurbanipal membangun perpustakaan
kerajaan Nineveh, Raja sadar bahwa sebenarnya ia membangun sebuah gedung untuk
menyimpan buku pengetahuan mengenai keagamaan, sejarah, geografi, hukum serta
karya lainnya untuk diketahui terbit semasa itu. Ia menyatakan bahwa
erpustakaannya terbuka untuk semua kawulanya.
Perpustakaan Alexandri a didirikan bukan saja untuk
menyimpan buku sebagai pengetahuan, melainkan juga untuk menyebarkan ilmu
pengetahuan. Karena sifat keterbukaannya, perpustakaan Alexandria dikunjungi
banyak ilmuwab dari sekitar Laut Tengah. Sekita hampir 900 tahun, perpustakaan
Alexandria menjadi mercu suar ilmuan yang memerlukan informasi sebagai ilmu
pengetahuan.
Pada abad menengah perpustakaan lebih mengarak ke
pengawetan (conservation) artinya
disimpan sebagai koleksi. Prinsip pengawetan tersebut begitu kuat sehingga
timbul ungkapan bahwa sebuah perpustakaan biara tanpa buku ibarat benteng tanpa
senjata. Hal ini diungkapkan dalam kalimat claustrum
sine armario, claustrum sine armamentario.perpustakaan bertugas menyimpan
buku dan menyebarkan ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, berbagai perpustakaan
nasional yang ada diberbagai negara telah dikunjungi jutaan pengunjung termasuk
negarawan, sastrawan, ilmuwan maupun pengunjung awam lainnya. Sepanjang sejarah
manusia, perpustakaan merupakan satu-satunya pranata ciptaan manusia, tempat
manusia dapat menemukan kembali informasi yang permanen serta luas ruang
lingkupnya. Masyarakat selalu mengatakan bahwa perpustakaan mempunyai efek
sosial, ekonoomi, politik, dan edukatif. Karena imbas tersebut, timbul kontra
efek berupa perusakan dan pembakaran perpustakaan. Yang disebut terakhir ini
terjadi juga dalam sejarah manusia. Bla ilmu pengetahuan hanya disimpan, tidak
di sebarluaskan maka ilmu pengetahuan akan mandek. Ilmu itu mungkin akan tumbuh
lagi kemudian, namun hal tersebut memerlukan waktu yang lam, pengorbanan waktu,
tenaga dan uang. Ibaratnya kita tidak perlu menemukan roda lagi. Karena itu
ilmu yang disimpan dalam wujud buku ahrus disebarluaskan. Contoh khas terjadi
pada kemampuan operasi bedah otak pada orang Mesir kuno. Kemampuan ini hanya
dikuasai oleh segelintir ahli yang terkungkung dalam tembok kuil, tidak
disebarkan, malah dirahasiakan. Alhasil, kemampuan itu bukannya berkembang
justru membeku, akhirnya dirintis lagi oleh orang Eropa pada abad ke-18.
4.
Perpustakaan Merupakan Pusat Kekuatan
Ilmu pengetahuan adalah kekuatan. Akrena
perpustakaan merupakan gudang ilmu pengetahuan maka perpustakaan pun merupakan
kekuatan. Hal ini dapat dilihat dalam dalam perjalanan sejarah. Pada zaman purba, perpustakaan secara fisik
ditempatkan di kuil atau istana, diletakkan berdampingan dengan kekuatan
spiritual dan fisik. Penyimpanan d pusat kekuasaan menunjukkan bahwa
perpustakaan merupakan pusat kekuatan. Ini berdasarkan analogi bahwa
perpustakaan merupakan tempat penyimpanan rekaman ilmu pengetahuan, sedangkan
ilmu pengetahuan merupakan kekuatan. Hal ini kita kenal dengan ungkapan bahasa
inggris knowledge is power. Kelak
ungkapan ini berganti menjadi informasi adalah kekuatan.
Karena penyimpanan buku di istana maupun di kuil,
pustakawan zaman purba umumnya berasal dari lapisan masyarakat atas yang
menduduki jabatan politik ataupun jabatan keagamaan yang tinggi. Orang yang
memiliki informasi yang luas adalah orang yang memiliki kekuatan. Karena orang
yang memiliki informasi lebih banyak itu lebih atau memiliki kekuatan
tersendiri daripada orang lain dan informasi itu bisa didapatkan dengan
membaca.
5.
Perpustakaan Terbuka Untuk Semua Orang
Sejak zaman raja Ashurbanipal, perpustakaan
dinyatakan terbuka untuk semua kawula kerajaan. Pada zaman Yunani, penguasa Athena
bernama Peisistratus (sekitar tahun 528-600 SM) serta kaisar Agustus (63 SM-14)
dari kerajaan Romawi membuka
perpustakaan terbuka untuk umum. Malah seorang ilmuwan Roma yang bernama
Plinkus menyatakan igenia hominum rem
publica artinya menjadikan bakat manusia dan kekuatan mental sebagai milik
umum. Kedua kekuatan itu dituangkan
dalam bentuk buku yang di simpan di perpustakaan.
Pada zaman modern, prinsip bahwa perpustakaan
terbuka untuk umum baru berkembang dengan mulai dibukanya perpustakaan umum.
6.
Perpustakaan Harus Berkembang
Walalupun
perpustakaan berasal daari koleksi yang terbatas tetapi perpustakaan harus
berkembang walaupun laju pertumbuhan tidak sama. Perpustakaan harus berkembang
karena pemakai perpustakaan menghendaki pembangunan koleksi yang mampu
mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan. Bila koleksi perpustakaan tidak
berkembang, perpustakaan akan ditinggalkan pembacanya. Hal ini terjadi juga di
Indonesia tatkala awal tahun 1960-an. Banyak perpustakaan umum tidak pernah
dikunjungi anggotanya karena koleksinya
tidak bertambah, malahan menyusut.
Contoh
nyata prinsip ini pada perpustakaan nasional. Hampir semua perpustakaan
nasional harus membangun gedung tambahan untuk menyimpan koleksi yang semakin
bertambah.
7.
Perpustakaan Nasional Harus berisi Semua Literatur
Nasional dari negara yang bersangkutan Ditambah Literatur Nasional Negara
Lainnya yang berkaitan
Literatur disini aartinya buku dalam arti yang luas.
Kalau kita menengok ke belakang, perpustakaan Nineveh mengumpulkan semua karya
Asayriaa seperti teks keagamaan, doa, mantera, upacara, materi sejarah,
pemerintahan, geografi, hukum, legenda, mitologi, astronomi, astrologi,
biologi, matematika, kedokteran, sejarah alam, bahkan juga daftar pembayar
pajak. Jadi, perpustakaan nasional mengumpulkan semua buku yang diterbitkan di
negara yang bersangkutan untuk melaksanakan hal tersebut biasanya dikeluarkan
UU Deposit yaitu undang-undang yang
mewajibkan penerbit dan pencetak
mengirimkan contoh terbitannya ke perpustakaan yang ditunjuk oleh
undang-undang tersebut. Demikian pula dengan terbitan asing yang isinya
menyangkut dengan negara bersangkutan juga disimpan. Untuk memperoleh terbitan
asing biasanya dilakukan dengan cara pembelian ataupun tukar menukar.
Berdasarkan prinsip ini perpustakaan
naasional indonesia mengumpulkan semua buku terbitan indonesia hingga sekarang
ditambah dengan buku “mengenai” Indonesia. Menyerahkan contoh buku yang
diterbitkan baisanya berjumlah minimal 2 eksemplar.
8.
Setiap buku Pasti ada Manfaatnya
Berdasarkan
fakta sejarah, prinsip ini dibagi menjadi 2 yaitu: pertama, selama hampir 5000
tahun sejarah perpustakaan, pustakawan maupun ilmuwan membuktikan bahwa apapun
jenis buku ataupun judul buku bila buku itu lenyap dari peredarankemudian
ditemukan lagi, pasti buku tersebut amat dihargai. Dalam sejarah terbukti
banyak buku yang dilarang beredar dan dibakar oleh penguasa, kemudian bila ditemukan
dianggap sebagai buku langka dan berharga. Misalnya buku Analects karya Confucius pernah dibakar, namun beberapa diantaranya
lolos dari embakaran. Kr=etika buku
tersebut ditemukan lagi maka ilmuwan maupun pustakawan amat menghargai
buku tersebut, terlepas dari jenis maupun judulnya.
Fakta
kedua menunjukkan bahwa sebuah buku, betapapun jelek isinya ataupun betapa
banyaknya kritikan yang dilontarkan terhadapnya, pada suatu saat buku tersebut
akan dicari dan digunakan seorang pembaca. Dalam hal ini perpustakaan nasional
berfungsi sebagai gudang ilmu pengetahuan, tidak saja menyimpan literatur
monumental. Tetapi juga menyimpan buku yang dianggap kurang penting. Sebuah
buku apapun isinya atau apapun kecilnya sumbangannya terhadap ilmu pengetahuan,
merupakan bagian sejarah nasional. Karena itu sebagai dokumen sejarah, buku
tersebut harus disimpan oleh perpustakaan nasioal.
9.
Seorang
Pustakawan Haruslah Orang yang Berpendidikan
pustakawan pada zaman Mesir kuno adalah orang yang berpendidikan tinggi.
Demikian pula di Babylonia dan Asayria. Pada zaman Roma, perpustakaan umum
diurus oleh tenaga yang bertindak atas nama kaisar. Pengurus perpustakaan umum
zaman Roma disebut Procurator
bibliothecarum (petugas perpustakaan), biasanya seorang ilmuwan. Pustakawan
masa lalu yang terkenal dalam sejarah kepustakawanan seperti Edward Edwards,
Antonio Panizzi (keduanya dari Inggris) dan Melvil Dewey (AS) adalah pustakawan
yang pernah mengenyam pendidikan tinggi. Jabatan pustakawan pada librari of congres (AS) berdasarkan
undang-undang diberikan kepada ilmuwan ataupun budayawan. Perpustakaan tersebut
berkembang pesat semasa kepemimpinan Archibald Madeish, penyair Amerika yang
terkenal. Salah satu puisinya berjudul The
Young Dead Soldier sering kali
dikaitkan dengan ciptaan Chairil Anwar berjudul Kerawang Bekasi. Sebuah perpustakaan harus dihuni oleh seorang
pustakawan yang berpendidikan untuk memanajemen perpustakaan agar perpustakaan
lebih rapi dan para pemustaka nyaman dalam menggunakan fasilitas baik koleksi
maupun lokasinya.
10.
Seorang
pustakawan adalah seorang pendidik
Bila
seorang pustakawan ingin memperoleh kemajuan dalam bidang tugasnya pustakawan
harus bertindak selku ageen modernisasi dalam bidangnya. Pustakawan harus
menjadikan perpustakaannya sebagai sarana belajar bagi pembacanya. Dengan kata
lain, mengembangkan perpustakaan sebagai lembaga pendidikan nonformal bagi
masyarakat sekitarnya. Dengan tidakan demikian maka seorang pustakawan pada hakikatnya
adalah seorang pendidik. Karena sifatnya yang mendidik dan memberikan layanan
umum, seorang pustakawan tidak akan dapat menjaadi kaya atau terkenal hanya
dari perpustakaan maupun tugas kepustakawanannya. Fungsi tugas pustakawanan
sebagai pendidik nampak menonjol pada perpustakaan umum dibandingkan dengan
perpustakaan lainnya.
11.
Peran seorang pustakawan akan menjadi penting bila
peranannya dipadukan dalam sistem sosial politik yang berlaku di sekitarnya.
Prinsip
keempat menyatakaan bahwa perpustakaan sebagai sumber kekuatan. Prinsip itu
menyatakan bahwa yang menjadi sumber kekuatan sebenarnya adalah buku, bukan si
pustakawan karena pustakawan tidak memegang peranan penting dalam pencaturan
kekuasaan. Peranan pustakawan apda zamanMesir kuno, Babylonia, dan Asyria amat
besar karena jabatan pustakawan digabungkan dengan jabata politik. Prinsip ini
berlaku bila kegiatan perpustakaan dipadukan dengan sistem sosial politik
sehingga perpustakaan mampu memberikan sumbangan ke semua sektor kehidupan.
Dengan caara demikian, perpustakaan mempunyai daya tarik dan manfaat baagi
masyarakat, terutama bagi anggota masyarakat yang tidak pernah mengenyam
pendidikan formal bagi mereka yang terdidik dan setengah didik, serta anggota
masyarakat yang telah meninggalkan bangku sekolah.
12.
Untuk Menjadi Pustakawan Diperlukan Latian Dan
Pendidikan Keahlian
persyaratan
pendidikan dan pelatihan sudah ada sejak zaman purba, namun persyaratan terseut
berbeda dari zaman ke zaman. Misalnya syarat pustakawan pada zaman Babylonia
dan Asyria haruslah tamatan ahli menulis. Sesui pendidikan si calon pustakawan
harus magang di perpustakaan selama beberapa tahun. Selama magang si calon
pustakawan diwajibkan belajar bahasa asing.
Prinsip
perlunya pendidikan dan pelatihan ini diperbarui lagi pada aawal abad ke-19 dan
abad ke-20. Melvil Dewey (pencipta bagan DDC) menganggap perlu adanya
pendidikan formal bagi pustakawan. Ia kemudian mendirikan sekolah perpustakaan
(library school) di Colombia
Universitypada tahun 1876. Pola ini kemudian di tiru di mana-mana. Dalam
pendidikan formal lazimnya diprinsipkan pula praktek kerja, tidak laain bagian
dari magang sebuah profesi.
saat
ini jika ingin mennjadi seorang pustakawan atau ahli informasi suadah ada
pendidikannya dan di Indonesia universitas pertama yang mengadakan pendidikan
untuk pustakawan adalah Universitas Indonesia. Jenjang pendidikan yang tersedia
yaitu D3, S1, S2, bahkan S3.
13.
Adalah Tugas pustakawan untuk menambah koleksi
perpustakaan
Prinsip
inni sudah ada sejak zaman Mesir kuno. Misalnya pustakawan perpustakaan Alexandria yang bernama Demetrios dari
Phaleron tercatat sebagai pustakawan yang berusaha keras menambah koleksi
perpustakaannya. Ia berusaha menambah koleksi perpustakaannya dengan buku yang
berasal dari seluruh penjuru dunia. Walaupun dunia pada masa Demetrios tidaklah
seluas pengertian sekarang. Bila Demetrios mendengar atau mengetahui ada buku
yang layak dijadikan koleksi perpustakaan, dia akan menyuruh bawahannya membeli
buku tersebut. Dalam wakt kurang dari 12 tahun, Demitros berhasil mengumpulkan
200.000 gulungan naskah.
Raja
Ashurnipal menyuruh bawahannya mengumpulkan rekaman tertulis untuk koleksi
perpustakaan Nineveh. Ia berhasil mengumpulkan 30.000 lempeng tanah liat.
Prinsip ke-13 ini diteruskan juga oleh berbagai perpustakaan biara pasa abad
menengah. Bahkan ada contoh ekstrem, di beberapa perpustakaan, buku dirantai ke
tembok agar tidak di curi. Jadi, pustakawan disamping berusaha menambah buku,
dia juga harus memperhatikan bahwa buku yang sudah diperolehnya digunakan
ataupun tidak hilang.
Pada
abad ke-20 prinsip ini diwujudkan dalam bentuk pengembangan koleksi yang
spektakuler. Sebagai contoh, kini sudah mulai banyak perpustakaan perguruan
tinggi yang memiliki koleksi di atas satu juta buku. Padahal, pada abad ke-19
hannya ada lima perpustakaan yang memiliki koleksi lebih dari satu juta buku. Jika
sebuah perpustakaan tidak menambah koleksinya maka sebuah perpustakaan tersebut
akan di tinggalkan oleh penggunanya, karena sifat informasi itu selalu
berkembang dan perpustakaan sebagai pusat informasi juga harus berkembang dalam
hal koleksi.
14.
Sebuah
perpustakaan harus disusun menurut aturan tertentu serta perlu dibuatkan daftar
koleksinya
Betapapun besar koleksi sebuang perpusttakaan,
keunggulan koleksi tersebut akan sia-sia belaka bila tidak digunakan. Untuk
dapat digunakan oleh pembaca maka koleksi perpustakaan harus diatur menurut
susunan tertentu. Pembaca dapat membayangkan bila seorang pembaca menemui
sebuah perpustakaan dengan koleksi misalnya 20.000 buku yang tidak disusun sama
sekali maka pembaca tersebut pasti akan bingung karena tidak adanya susunan
buku yang dapat digunakan olehnya. Pengaturan buku itu bermacam-macam jenis,
ada yang diatur menurut subjek ataupun pengarang ataupun jenis buku, misalnya
fiksi atau biografi.
Dalam sejarah, koleksi perpustakaan Alexandria dikelompokkan
menurut ruangan, artinya ruangan A menyimpan buku filsafat, ruangan B menyimpan
buku astronomi, dan sebagainya. Pada abad menengah, perpustakaan biara
memisahkan buku tentang keagamaan (teologi) dari buku keduniawian (sekuler).
Perpustakaan perguruan tinggi misalnya mengelompokkan buku menurut kurikulum.
Saat ini koleksi perpustakaan disusun menurut
klasifikasi koleksi perpustakaan. Misalnya, menurut klasifikasi Dsimal Dewey,
meurut Universal Decimal Clasification, dan
menurut Library Of Congress
Clasification, pengelolaan menurut sistem klasifikasi harus diikuti dengan
keterangan tentang buku yang bersangkutan: siapa pengarangya, judulnya, kapan
diterbitkan, berapa jumlah halaman, dan jenisnya. Keterangan seperti ini lazim
disebut data bibliografi. Diungkapkan
dalam kartu katalog (lazimnya berukuran 7,5 x 12,5 cm)atau dalam buku, atau
khusus di terbitkan. Katalog yang memuat data bibliografi telah dikenal sejak
zaman Ashurbanipal. Hal ii dibuktikan dengan hasil penggalian dibekas kerajaan
Assyria, ditemukan antara lain daftar buku perpustakaan Nineveh. Perpustakaan
Alexandria menyusun katalog dengan menguunakan sistem klasifikasi subjek buata
sediri. Katalog tersebut dikenal dengan nama penakes yang disusun oleh Callimachus, pustakawan perpustakaan
Alexandria. Pada saat ii perpustakaan disusun menurut aturan tertentu, hanya
saja media mencatatnya kini menggunakan elektronik sehingga dikenal dengan katalog elektronik. Selain itu
klasifikasi juga harus melalui tahap analisis subjek dengan menggunakan alat
atau standar berupa Anglo Amercian cataloguing Rules edisi2 atau disingkat dengan AACR2 untuk pedoman katalogisasinya.
15.
Karena
perpustakaan merupakan gudang ilmu pengetahuan maka koleksi perpustakaan harus
disusun menurut subjek
Prinsip ini nyata sekali pada klasifikasi koleksi
perpustakaan modern seperti Decimal
Dewey, Library Of Congress Clasification, maupun Universal Decimal Clasification. Semuanya disusun meurut subjek.
Ketiga bagan klasifikasi tersebut banyak digunakan di perpustakaan. Sudah tentu
ada bagan klasifikasi lain serta dalam sejarah ada pula bagan klasifikasi
sebelumnya. Misalnya ada perpustakaan Nineveh, setiap ruangan disediakan untuk
subjek tertentu. Jadi tersedia ruangan untuk menyimpan lempeng tanah liat berisi
sejarah, mitologi, agama dan sebagainya. Pada perpustakaan biara abad menengah,
koleksi buku sekuler dibagi menurut asas trivium (tata bahasa, logika,
petorika) dan quadrum (matematika, geometrika, musik dan astronomi). Pengklasifikasian
ini dilakukan guna untuk memudahkan pengguna untuk menemukan sebuah informasi
yang ia butuhkan, selain itu juga memudahkan pengguna untuk temu kembali dengan
informasi yang sudah pernah di baca.
16.
Kenyamanan
Praktis merupakan faktor utama yang perlu digunakan dalam penyusunan subjek di
Perpustakaan
Pengertian kenyamanan praktis artinya pengumpulan
buku menurut subjek sehingga subjek yang berkaitan terkumpul menjadi satu
susunan ataupun berurutan serta tidak tersebar di berbagai bidang. Misalnya
buku tentang teologi berdekatan dengan filsafat. Dengan demikian seorang
pembaca yang ingin mengetahui buku tentang teologi serta subjek yang berkaitan
tidak perlu menelusuri ke subjek lain, misalnya ke subjek pertanian atau
bahasa.
Perpustakaan Ashurbanipal dan Alexandria diketahui
condong menggunakan pertimbangan praktis. Pada abad menengah dikenal pula
klasifikasi buku berdasarkan pertimbangan praktis, seperti ciptaan Konrad
Genser (1516- 1565) berjudul Pandektarum
Sive Partitionum Universalum.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya saat ini
ada tiga bagan klasifikasi yang banyak diguakan di perpustakaan yaitu Dewey Decimal Classsification (DDC), Universal Decimal Classification (UDC)
dan Library Of Congress Classification.
Ketiga klasifikasi ii merupakan klasifikasi untuk mengelompokkan buku menurut
subjeknya. Jadi, bukan klasifikasi yang digunakan di perpustakaan lebih banyak
menekankan unsur manfaat, bukannya pertimbangan logis berdasarkan klasifikasi
ilmu pengetahuan.
17.
Perpustakaan Harus Memiliki Katalog Subjek.
Prinsip
ini melanjutkan logika dari prinsip ke-15 yang menyatakan perpustakaan sebagai
gudang ilmu pengetahuan harus disusun menurut subjek. Prinsip ini sudah lama
dikenal di dunia perpustakaan. Penyusunan katalog menurut nama pegarang, atau
abjad judul abru ada sekitar tahun 1300 dengan munculnya katalog induk yang
berjudul Tabulas Septe Custodiarum Super
Bibliam di inggris. Katalog induk ini disusunkan menurut abjad pengarang.
Kini hampir semua perpustakaan dunia memiliki katalog yang disusun menurut nama
pengarang, judul dan subjek. Katalog induk juga sudah dibuat di indonesia
sekitar tahun 1850 oleh Bataviaach
Genootschap Van Kunsten En Wetenschap. Jika sebuah perpustakaan tidak
memiliki katalog subjek itu akan menyulitkan pengguna, karena untuk mencari
informasi yang tidak memiliki katalog subjek itu akan memakan waktu yang sangat
lama dan belum tentu informasi yang dibutuhkan ada di perpustakaan tersebut.
Wassalamu'alaikum wr.wb
